Rabu, 28 Maret 2012

KOLELITIASIS


BAB I

PENDAHULUAN


    I.I            Latar Belakang

Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat diperkirakan 20 juta orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada pemeriksaan autopsy di Amerika, batu kandung empedu ditemukan pada 20 % wanita dan 8 % pria.
Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti, karena belum ada penelitian. Banyak penderita batu kandung empedu tanpa gejala dan ditemukan secara kebetulan pada waktu dilakukan foto polos abdomen, USG, atau saat operasi untuk tujuan yang lain.
Dengan perkembangan peralatan dan teknik diagnosis yang baru USG maka banyak penderita batu kandung empedu yang ditemukan secara dini sehingga dapat dicegah kemungkinan terjadinya komplikasi. Semakin canggihnya peralatan dan semakin kurang invasifnya tindakan pengobatan sangat mengurangi morbiditas dan moralitas.
Batu kandung empedu biasanya baru menimbulkan gejala dan keluhan bila batu menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus. Oleh karena itu gambaran klinis penderita batu kandung empedu bervariasi dari yang berat atau jelas sampai yang ringan atau samar bahkan seringkali tanpa gejala (silent stone).

 I.II            Tujuan Penulisan

A.    Tujuan Umum

Agar mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan pada dewasa dengan gangguan sistem pencernaan pada penyakit kolelitiasis.

B.     Tujuan Khusus

·         Agar mahasiswa dapat memahami pengertian tentang kolelitiasis.
·         Agar mahasiswa dapat mamahami asuhan keperawatan kolelitiasis dengan benar.
·         Agar mahasiswa dapat memahami tanda dan gejala kolelitiasis.
·         Agar mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi kolelitiasis.

I.III            Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
I.II Tujuan Penulisan
A.    Tujuan Umum
B.     Tujuan Khusus
I.III Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN TEORI
II.I Pengertian
II.II Etiologi
II.III Patofisiologi
II.IV Tanda dan gejala
II.V Penatalaksanaan
II. VI Pemeriksaan penunjang
BAB III ASKEP
BAB IV PENUTUP
Terdiri dari kesimpulan.














BAB II

TINJAUAN TEORI


II.I             Pengertian

Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus,batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesika felea) yang memiliki ukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi.
Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu : obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik.

II.II                      Etiologi

Etiologi batu empedu masih belum diketahui secara pasti,adapun faktor predisposisi terpenting, yaitu : gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, statis empedu, dan infeksi kandung empedu.
Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting dalam pembentukan batu empedu karena hati penderita batu empedu kolesterol mengekresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu (dengan cara yang belum diketahui sepenuhnya) untuk membentuk batu empedu.

II.III                   Patofisiologi

1.      Batu pigmen
Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini : bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam lemak
Pigmen (bilirubin) pada kondisi normal akan terkonjugasi dalam empedu. Bilirubin terkonjugasi karna adanya enzim glokuronil tranferase bila bilirubin tak terkonjugasi diakibatkan karena kurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase tersebut yang akan mengakibatkan presipitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut. Ini disebabkan karena bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air tapi larut dalam lemak.sehingga lama kelamaan terjadi pengendapan bilirubin tak terkonjugasi yang bisa menyebabkan batu empedu tapi ini jarang terjadi.

Pigmen (bilirubin) tak terkonjugasi dalam empedu

Akibat berkurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase

Presipitasi / pengendapan

Berbentuk batu empedu

Batu tersebut tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan operasi

2.      Batu kolesterol
Kolesterol merupakan unsur normal pembentukan empedu dan berpengaruh dalam pembentukan empedu. Kolesterol bersifat tidak larut dalam air, kelarutan kolesterol sangat tergantung dari asam empedu dan lesitin (fosfolipid).

Proses degenerasi dan adanya penyakit hati

Penurunan fungsi hati

Penyakit gastrointestinal Gangguan metabolisme

Mal absorpsi garam empedu ¬ Penurunan sintesis (pembentukan) asam empedu

Peningkatan sintesis kolesterol

Berperan sebagai penunjang
iritan pada kandung empedu ¬ Supersaturasi (kejenuhan) getah empedu oleh kolesterol

Peradangan dalam Peningkatan sekresi kolesterol
kandung empedu

Kemudian kolesterol keluar dari getah empedu
Penyakit kandung

empedu (kolesistitis)
Pengendapan kolesterol

Batu empedu

II.IV                   Tanda dan Gejala

jika makan makanan berlemak, seperti: rasa penuh diperut, distensi abdomen. Jika duktus sistikus tersumbat batu, maka kandung empedu mengalami distensi kemudian akan terjadi infeksi sehingga akan teraba massa pada kuadran I yang menimbulkan nyeri hebat sampai menjalar ke punggung dan bahu kanan sehingga menyebabkan rasa gelisah dan tidak menemukan posisi yang nyaman. Nyeri akan dirasakan persisten (hilang timbul) terutama jika habis makan makanan berlemak yang disertai rasa mual dan ingin muntah dan pada pagi hari karena metabolisme di kandung empedu akan meningkat.

II.V                      Penatalaksanaan

1.      Non Bedah, yaitu :
a.       Therapi Konservatif
b.      Pendukung diit : Cairan rendah lemak
c.       Cairan Infus
d.      Pengisapan Nasogastrik
e.       Analgetik
f.       Antibiotik
g.      Istirahat
2.      Farmako Therapi
Pemberian asam ursodeoksikolat dan kenodioksikolat digunakan untuk melarutkan batu empedu terutama berukuran kecil dan tersusun dari kolesterol.
Zat pelarut batu empedu hanya digunakan untuk batu kolesterol pada pasien yang karena sesuatu hal sebab tak bisa dibedah. Batu-batu ini terbentuk karena terdapat kelebihan kolesterol yang tak dapat dilarutkan lagi oleh garam-garam empedu dan lesitin. Untuk melarutkan batu empedu tersedia Kenodeoksikolat dan ursodeoksikolat. Mekanisme kerjanya berdasarkan penghambatan sekresi kolesterol, sehigga kejenuhannya dalam empedu berkurang dan batu dapat melarut lagi. Therapi perlu dijalankan lama, yaitu : 3 bulan sampai 2 tahun dan baru dihentikan minimal 3 bulan setelah batu-batu larut. Recidif dapat terjadi pada 30% dari pasien dalam waktu 1 tahun , dalam hal ini pengobatan perlu dilanjutkan.
3.      Pembedahan Cholesistektomy
Merupakan tindakan pembedahan yang dilakukan atas indikasi cholesistitis atau pada cholelitisis, baik akut /kronis yang tidak sembuh dengan tindakan konservatif .
Tujuan perawatan pre operasi pada bedah cholesistectomy :
w  Meningkatkan pemahaman klien dan keluarga tentang prosedur operasi.
w  Meningkatkan kesehatan klien baik fisik maupun psikologis
w  Meningkatkan pemahaman klien dan keluarga tentang hal-hal yang akan dilakukan pada post operasi.
Tindakan Keperawatan Pada Cholecystotomy :
w  Posisi semi Fowler.
w  Menjelaskan tujuan penggunaan tube atau drain dan lamanya.
w  Menjelaskan dan mengajarkan cara mengurangi nyeri :
Teknik Relaksasi
Distraksi
4.      Terapi
a.       Ranitidin
Komposisi : Ranitidina HCl setara ranitidina 150 mg, 300 mg/tablet, 50 mg/ml injeksi.
Indikasi : ulkus lambung termasuk yang sudah resisten terhadap simetidina, ulkus duodenum, hiperekresi asam lambung ( Dalam kasus kolelitiasis ranitidin dapat mengatasi rasa mual dan muntah / anti emetik).
Perhatian : pengobatan dengan ranitidina dapat menutupi gejala karsinoma lambung, dan tidak dianjurkan untuk wanita hamil.
b.      Buscopan (analgetik /anti nyeri)
Komposisi : Hiosina N-bultilbromida 10 mg/tablet, 20 mg/ml injeksi.
Indikasi : Gangguan kejang gastrointestinum, empedu, saluran kemih wanita.
Kontraindikasi : Glaukoma hipertrofiprostat.
c.       Buscopan Plus
Komposisi : Hiosina N-butilbromida 10 mg, parasetamol 500 mg.
Indikasi : Nyeri paroksimal pada penyakit usus dan lambung, nyeri spastik pada saluran uriner, bilier, dan organ genital wanita.
d.      NaCl
û  NaCl 0,9 % berisi Sodium Clorida / Natrium Clorida yang dimana kandungan osmolalitasnya sama dengan osmolalitas yang ada di dalam plasma tubuh.
û  NaCl 3 % berisi Sodium Clorida / Natrium Clorida tetapi kandungan osmolalitasnya lebih tinggi dibanding osmolalitas yang ada dalam plasma tubuh.
5.      Penatalaksanaan Diet
Pada kasus kolelitiasis jumlah kolesterol dalam empedu ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel –sel hepatik mensintesis kolesterol dari metabolisme lemak, sehingga klien dianjurkan/ dibatasi dengan makanan cair rendah lemak. Menghindari kolesterol yang tinggi terutama yang berasal dari lemak hewani. Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat diaduk ke dalam susu skim dan adapun makanan tambahan seperti : buah yang dimasak, nasi ketela, daging tanpa lemak, sayuran yang tidak membentuk gas, roti, kopi / teh.

II.VI                   Pemeriksaan Penunjang

1.      Rontgen abdomen / pemeriksaan sinar X / Foto polos abdomen
Dapat dilakukan pada klien yang dicurigai akan penyakit kandung empedu. Akurasi pemeriksaannya hanya 15-20 %. Tetapi bukan merupakan pemeriksaan pilihan.
2.      Kolangiogram / kolangiografi transhepatik perkutan
yaitu melalui penyuntikan bahan kontras langsung ke dalam cabang bilier. Karena konsentrasi bahan kontras yang disuntikan relatif besar maka semua komponen sistem bilier (duktus hepatikus, D. koledukus, D. sistikus dan kandung empedu) dapat terlihat. Meskipun angka komplikasi dari kolangiogram rendah namun bisa beresiko peritonitis bilier, resiko sepsis dan syok septik.
3.      ERCP ( Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatographi)
Yaitu sebuah kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus dan duktus pancreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut. Fungsi ERCP ini memudahkan visualisasi langsung stuktur bilier dan memudahkan akses ke dalam duktus koledukus bagian distal untuk mengambil batu empedu, selain itu ERCP berfungsi untuk membedakan ikterus yang disebabkan oleh penyakit hati (ikterus hepatoseluler dengan ikterus yang disebabkan oleh obstuksi bilier dan juga dapat digunakan untuk menyelidiki gejala gastrointestinal pada pasien-pasien yang kandung empedunya sudah diangkat.ERCP ini berisiko terjadinya tanda-tanda perforasi/ infeksi.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN


III.I                      Pengkajian

1.      Biodata klien
2.      Riwayat kesehatan
a.       Keluhan utama
b.      Riwayat kesehatan sekarang
c.       Riwayat kesehatan masa lalu
d.      Riwayat kesehatan keluarga
3.      Riwayat psikologis
Koping keluarga dalam menghadapi masalah
4.      Riwayat sosial
Hubungan sosial
5.      Pemeriksaan fisik
a.       Keadaan umum
Kesadaran :
Kesan sakit            :
Kondisi umum      :
Mata                      :
Motorik     :
Verbal       :
b.      Tanda-tanda vital
Tekanan darah       :
Nadi                      :
Respirasi                :
Suhu                      :
Berat Badan          :
Tinggi Badan        :

III.II                   Diagnosa Keperawatan

1.      Nyeri akut berhubungan dengan proses biologis yang ditandai dengan obstruksi kandung empedu.
2.      Mual berhubungan dengan iritasi pada sistem gastrointestinal.
3.      Defisit pengetahuan berhubungan dengan salah dalam memahami informasi yang ada

III.III                Intervensi Keperawatan

1.      Nyeri akut berhubungan dengan proses biologis yang ditandai dengan obstruksi kandung empedu.
Tujuan :
Nyeri akan berkurang
dengan kriteria :
·         Tingkat kenyamanan terpenuhi : perasaan senang secara fisik dan psikologis (Comfort Level ).
·         Tingkat nyeri berkurang atau menurun (Pain Level) .
Intervensi :
w  Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif, meliputi : lokasi, karakteristik, awitan / durasi, Frekuensi, Kualitas, Intesitas dan keparahan nyeri.
w  Berikan Informasi tentang nyeri, seperti : Penyebab nyeri, seberapa akan berlangsung dan antisipasinya serta ketidaknyamanan dari prosedur.
w  Ajarkan penggunaan teknik Non-farmakologis, seperti : Relaksasi, Distraksi, Kompres Hangat / dingin, Massage )
w  Mempertahankan Tirah Baring
w  Pemberian Analgetik
Rasional :
w Agar kita mengetahui seberapa parah nyeri yang dirasakan klien.
w Agar klien mengetahui tentang nyeri yang dirasakan klien.
w Agar klien dapat mengalihkan rasa nyeri/
w Dengan tirah baring akan mengurangi nyeri tekanan pada intra abdomen terutama posisi fowler rendah.
w Analgetik untuk mengurangi nyeri


2.      Mual berhubungan dengan iritasi pada sistem gastrointestinal.
Tujuan :
§  Status Nutrisi : Asupan makanan dan cairan dalam 24 jam terpenuhi / adekuat.
§  Pasien terbebas dari mual.
§  Tingkat kenyamanan terpenuhi : Perasaan lega secara fisik dan psikologis
Intervensi :
û  Penatalaksanaan Cairan : peningkatan keseimbangan cairan.
û  Pemantauan Cairan : Pengumpulan dan Analisis data klien.
û  Pemantauan Nutrisi : Pengumpulan dan Analisa data klien.
û  Berikan therapi IV sesuai dengan anjuran
Rasional :
û  Untuk pencegahan komplikasi yang disebabakan oleh kadar cairan yang tidak normal.
û  Untuk mengatur keseimbangan cairan.
û  Untuk mencegah atau meminimalkan malnutrisi.
û  Untuk meminimalkan rasa mual dan membantu intake nutrisi.

3.      Defisit pengetahuan berhubungan dengan salah dalam memahami informasi yang ada
Tujuan :
Terpenuhinya pengetahuan klien dan keluarga tentang perawatan diri dan keluarga.
Intervensi :
ü  Panduan Sistem Kesehatan
ü  Pengajaran Proses Penyakit
ü  Pengajaran diet yang dianjurkan
ü  Pengajaran Prosedur atau penanganan
ü  Pengajaran aktivitas/ latihan yang harus dilakukan
Rasional :
ü  Untuk memfasilitasi klien dan penggunaan layanan kesehatan yang tepat.
ü  Membantu klien dalam memahami informasi yang berhubungan dengan proses timbulnya penyakit secara khusus.
ü  Agar klien mengetahui makanan apa saja yang dianjurkan.
ü  Agar klien memahami terhadap penanganan yang dilakukan / dianjurkan.
ü  Agar klien mengetahui aktivitas apa yang harus dilakukan.

BAB IV

PENUTUP


IV.I                      Kesimpulan

Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat diperkirakan 20 juta orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada pemeriksaan autopsy di Amerika, batu kandung empedu ditemukan pada 20 % wanita dan 8 % pria.
Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti, karena belum ada penelitian. Banyak penderita batu kandung empedu tanpa gejala dan ditemukan secara kebetulan pada waktu dilakukan foto polos abdomen, USG, atau saat operasi untuk tujuan yang lain.
Dengan perkembangan peralatan dan teknik diagnosis yang baru USG maka banyak penderita batu kandung empedu yang ditemukan secara dini sehingga dapat dicegah kemungkinan terjadinya komplikasi. Semakin canggihnya peralatan dan semakin kurang invasifnya tindakan pengobatan sangat mengurangi morbiditas dan moralitas.
Batu kandung empedu biasanya baru menimbulkan gejala dan keluhan bila batu menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus. Oleh karena itu gambaran klinis penderita batu kandung empedu bervariasi dari yang berat atau jelas sampai yang ringan atau samar bahkan seringkali tanpa gejala (silent stone).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar