1.
Pengertian
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan
yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah
mengalaminya (Tamsuri, 2007).
Menurut
International Association for The Study
of Pain (IASP), nyeri dapat digambarkan sebagai suatu pengalaman sensorik
dan emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan
yang sudah atau berpotensi terjadi. Nyeri bersifat subjektif dan merupakan
suatu sensasi sekaligus emosi (Price and Lorraine, 2005).
Nyeri
merupakan mekanisme pertahanan bagi tubuh, timbul apabila jaringan dirusak yang
menyebabkan individu bereaksi dengan cara memindahkan stimulus nyeri (Guyton
and Hall, 2008).
Nyeri
merupakan perasaan
dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan yang timbul dari kerusakan
jaringan yang aktual dan potensial atau gambaran adanya kerusakan
(NANDA, 2005).
2.
Etiologi
Etiologi yang dapat menyebabkan nyeri antara
lain :
a. Agen cedera fisik :
penyebab nyeri karena trauma fisik
b. Agen cedera biologi :
penyebab nyeri karena kerusakan fungsi organ atau jaringan tubuh.
c. Agen cedera psikologi : penyebab nyeri yang bersifat psikologik
seperti kelainan organik, neuro traumatik.
d. Agen cedera kimia: penyebab nyeri karena bahan kimia.
3.
Faktor
Predeposisi
Adanya injuri fisik, kimia, thermal yang
meningkatkan transmisi maupun menghambat nyeri, zat yang dapat meningkatkan
transmisi nyeri histamin, bradikinin, asetilkolin dan prostaglandin. Inhibitor
transmisi nyeri : endorfin dan enkefalin.
4.
Patofisiologi
Price and Lorraine (2005) menyatakan bahwa proses fisiologik nyeri
terdiri dari beberapa proses yang meliatkan stimulus cedera jaringan dan
pengalaman subjektif nyeri yaitu :
a. Transduksi nyeri
Proses rangsangan yang
mengganggu sehingga menimbulkan aktivitas listrik di reseptor nyeri. Rangsangan
ini dapat berupa fisik, suhu, dan kimia.
b. Transmisi nyeri
Transmisi nyeri
melibatkan proses penyaluran impuls nyeri yang disalurkan oleh serabut A delta
dan serabut C sebagai neuron pertama, dari tempat transduksi melewati saraf
perifer sampai ke terminal di medula spinalis dan jaringan neuron-neuron
pemancar yang naik dari medula spinalis ke otak.
c.
Modulasi
nyeri
Modulasi nyeri
melibatkan aktivitas saraf melalui jalur-jalur saraf desendens dari otak yang
dapat mempengaruhi transmisi nyeri setinggi medula spinalis. Modulasi nyeri
melibatkan faktor-faktor kimiawi yang menimbulkan atau meningkatkan aktivitas
di reseptor nyeri aferen primer. Ada beberapa sistem analgesik endogen meliputi
enkefalin, endorfin, serotonin, dan noradrenalin yang memiliki efek menekan
impuls nyeri pada kornu posterior medulla spinalis.
d. Persepsi nyeri
Pengalaman subjektif
nyeri yang dihasilkan oleh aktivitas transmisi nyeri oleh saraf.
5.
Tanda
Dan Gejala
a. Respon fisiologis
terhadap nyeri
1)
Stimulasi Simpatik:(nyeri ringan,
moderat, dan superficial)
a) Dilatasi saluran
bronkhial dan peningkatan respirasi rate
b) Peningkatan heart
rate
c) Vasokonstriksi
perifer, peningkatan BP
d) Peningkatan nilai
gula darah
e) Diaphoresis
f) Peningkatan kekuatan
otot
g) Dilatasi pupil
h) Penurunan motilitas
GI
2)
Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan
dalam)
a)
Muka pucat
b)
Otot mengeras
c)
Penurunan HR dan BP
d)
Nafas cepat dan irreguler
e)
Nausea dan vomitus
f)
Kelelahan dan keletihan
b. Respon tingkah laku
terhadap nyeri
1) Pernyataan verbal
(Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur)
2) Ekspresi wajah
(Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)
3) Gerakan tubuh
(Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan gerakan jari & tangan
4) Menghindari percakapan,
menghindari kontak sosial, penurunan rentang perhatian, Fokus pd aktivitas
menghilangkan nyeri).
6.
Pemeriksaan
Penunjang
Intensitas
nyeri seseorang dapat diketahui dari alat-alat pengkajian yang digunakan
pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan
nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda
oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang
paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu
sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan
gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).
Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002)
adalah sebagai berikut:
a. Skala
intensitas nyeri deskriptif sederhana
Skala
intensitas nyeri nyeri deskriptif sederhana ini menggunakan enam gambar wajah
dengan ekspresi yang berbeda. Skala ini dapat dipergunakan mulai anak usia 3
(tiga) tahun.
b. Skala
intensitas nyeri numerik 0-10
c. Skala
analog visual (VAS)
d. Skala nyeri menurut bourbanis
Keterangan :
0 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan :
secara obyektif klien dapat berkomunikasi
dengan baik.
4-6 : Nyeri sedang :
Secara obyektif klien mendesis,
menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah
dengan baik.
7-9 : Nyeri berat :
secara obyektif klien terkadang tidak dapat
mengikuti perintah
tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak
dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang
dan distraksi
10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah
tidak mampu lagi berkomunikasi,
memukul.
7.
Pathway
Injury Fisik,
Kimia, Thermal
|
Trauma Tajam
|
Trauma Tumpul
|
Perdarahan
|
Gangguan
Mobilitas Fisik
|
Gangguan
Perfusi Jaringan
|
Deficit Self
Care
|
Nyeri
|
Cemas
|
Sulit Bergerak
|
Kurang
Pengetahuan
|
8.
Pengkajian
Pengkajian nyeri yang faktual dan akurat
dibutuhkan untuk:
a. Menetapkan data
dasar
b. Menegakkan diagnosa
keperawatan yang tepat
c. Menyeleksi terapi
yang cocok
d. Mengevaluasi respon
klien terhadap terapi yang diberikan. Perawat harus menggali pengalaman nyeri
dari sudut pandang klien. Keuntungan pengkajian nyeri bagi klien adalah bahwa
nyeri diidentifikasi, dikenali sebagai sesuatu yang nyata, dapat diukur, dapat
djelaskan, serta digunakan untuk mengevaluasi perawatan.
Hal-hal yang perlu dikaji adalah sebagai
berikut:
a. Ekspresi klien
terhadap nyeri.
Banyak klien tidak melaporkan atau
mendiskusikan kondisi ketidaknyamanan. Untuk itulah perawat harus mempelajari
cara verbal dan nonverbal klien dalam mengkomunikasikan rasa ketidaknyamanan.
Klien yang tidak mampu berkomunikasi efektif seringkali membutuhkan perhatian
khusus ketika pengkajian.
b. Klasifikasi
pengalaman nyeri
Perawat mengkaji apakah nyeri yang dirasakan
klien akut atau kronik. Apabila akut, maka dibutuhkan pengkajian yang rinci
tentang karakteristik nyeri dan apabila nyeri bersifat kronik, maka perawat
menentukan apakah nyeri berlangsung intermiten, persisten atau terbatas.
c. Karakteristik nyeri
1)
Onset dan durasi
Perawat mengkaji sudah berapa lama nyeri
dirasakan, seberapa sering nyeri kambuh, dan apakah munculnya nyeri itu pada
waktu yang sama.
2)
Lokasi
Perawat meminta klien untuk menunjukkan
dimana nyeri terasa, menetap atau terasa pada menyebar
3)
Keparahan
Perawat meminta klien menggambarkan
seberapa parah nyeri yang dirasakan. Untuk memperoleh data ini perawat bisa
menggunakan alat Bantu, skala ukur. Klien ditunjukkan skala ukur, kemudian
disuruh memilih yang sesuai dengan kondisinya saat ini yang mana. Skala ukur
bisa berupa skala numeric, deskriptif, analog visual. Untuk anak-anak skala yang
digunakan adalah skala oucher yang dikembangkan oleh Beyer dan skala wajah yang
diembangkan oleh Wong & Baker. Pada skala oucher terdiri dari skala dengan
nilai 0-100 pada sisi sebelah kiri untuk anak-anak yang lebih besar dan skala
fotografik enam gambar pada sisi kanan untuk anak yang lebih kecil. Foto wajah
seorang anak dengan peningkatan rasa ketidaknyamanan dirancang sebagai petunjuk
untuk memberi anak-anak pengertian sehingga dapat memahami makna dan keparahan
nyeri. Anak bisa diminta untuk mendiskripsikan nyeri yang dirasakan dengan
memilih gambar yang ada. Skala wajah terdiri dari enam wajah dengan profil
kartun yang menggambarkan wajah dari wajah yang sedang tersenyum (tidak merasa
nyeri), kemudian secara bertahap meningkat sampai wajah yang sangat ketakutan
(nyeri yang sangat).
4)
Kualitas
Minta klien menggambarkan nyeri yang
dirasakan, biarkan klien mendeskripsikan apa yang dirasakan sesuai dengan
kata-katanya sendiri. Perawat boleh memberikan deskripsi pada klien, bila klien
tidak mampu menggambarkan nyeri yang dirasakan.
5)
Pola nyeri
Perawat meminta klien untuk mendeskripsikan
aktivitas yang menyebabkan nyeri dan meminta klien untuk mendemontrasikan
aktivitas yang bisa menimbulkan nyeri.
6)
Cara mengatasi
Tanyakan pada klien tindakan yang
dilakukan apabila nyerinya muncul dan kaji juga apakah tindakan yang dilakukan
klien itu bisa efektif untuk mengurangi nyeri.
7)
Tanda lain yang menyertai
Kaji adanya penyerta nyeri, seperti mual,
muntah, konstipasi, gelisah, keinginan untuk miksi dll. Gejala penyerta
memerlukan prioritas penanganan yang sama dengan nyeri itu sendiri.
d. Efek nyeri pada
klien
Nyeri merupakan kejadian yang menekan atau stress
dan dapat mengubah gaya hidup dan kesejahteraan psikologis individu. Perawat
harus mengkaji hal-hal berikut ini untuk mengetahui efek nyeri pada klien:
1) Tanda dan gejala
fisik
Perawat mengkaji tanda-tanda fisiologis, karena
adanya nyeri yang dirasakan klien bisa berpengaruh pada fungsi normal tubuh.
2) Efek tingkah laku
Perawat mengkaji respon verbal, gerakan tubuh,
ekspresi wajah, dan interaksi sosial. Laporan verbal tentang nyeri merupakan
bagian vital dari pengkajian, perawat harus bersedia mendengarkan dan berusaha
memahami klien. Tidak semua klien mampu mengungkapkan nyeri yang dirasakan,
untuk hal yang seperti itu perawat harus mewaspadai perilaku klien yang
mengindikasikan nyeri.
3) Efek pada ADL
Klien yang mengalami nyeri kurang mampu
berpartisipasi secara rutin dalam aktivitas sehari-hari. Pengkajian ini
menunjukkan sejauh mana kemampuan dan proses penyesuaian klien berpartisipasi
dalam perawatan diri. Penting juga untuk mengkaji efek nyeri pada aktivitas
sosial klien.
4) Status neurologis
Fungsi neurologis lebih mudah mempengaruhi
pengalaman nyeri. Setiap faktor yang mengganggu atau mempengaruhi resepsi dan
persepsi nyeri yang normal akan mempengaruhi respon dan kesadaran klien tentang
nyeri. Penting bagi perawat untuk mengkaji status neurologis klien, karena
klien yang mengalami gangguan neurologis tidak sensitif terhadap nyeri.
Tindakan preventif perlu dilakukan pada klien dengan kelainan neurologis yang
mudah mengalami cidera.
9.
Diagnos
Keperawatan Yang Mungkin Muncul
Diagnosa
yang mungkin muncul yaitu
a. Gangguan rasa nyaman
nyeri berhubungan dengan berhubungan dengan cedera jaringan.
b. Gangguan mobilitas
fisik b.d cedera jaringan sekitar daerah injury, kerusakan jaringan.
c. Deficit self care : makan,
mandi/higiene, berpakian/berdandan, atau toileting berhubungan dengan
keterbatasan mobilitas.
d. Perubahan perfusi
jaringan berhubungan dengan pembengkakan, injury, gangguan peredaran darah.
e. Kurang pengetahuan
mengenai kondisi, tindakan, prognosis.
f. Ansietas berhubungan dengan kurangnya
informasi tentang penyakitnya.
10.
Rencana
Asuhan Keperawatan
No
|
Diagnosa
|
Kriteria
hasil
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
1
|
Nyeri akut berhubungan dengan
agen cidera biologi
|
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 3x 24 jam diharapkan pasien dapat :
1.
Mengontrol nyeri
·
Pasien
mengetahui faktor penyebab nyeri.
·
Pasien
dapat menggunakan sumber-sumber kemampuan klien.
·
Pasien
dapat menggunkan analgetik untuk mengurangi nyeri.
·
Pasien
dapat mengenali tanda-tanda nyeri.
2.
Tingkat nyeri pasien berkurang
·
Pasien
dapat melaporkan nyerinya berkurang.
·
Frekuensi
timbulnya nyeri pada pasien berkurang.
·
Secara
verbal pasien mengatakan nyerinya berkurang.
|
1.
Manajemen nyeri :
·
Lakukan pengkajian yang menyeluruh mengenai nyeri
yang dialami pasien meliputi lokasi, karakteristik, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri, durasi nyeridan faktor pencetus timbulnya nyeri.
· Observasi secara nonverbal penyebab ketidaknyamanan
pasien.
· Ajarkan teknik relaksasi kepada pasien dan keluarga
untuk mengurangi nyeri pada saat rasa nyeri itu timbul.
· Pastikan pasien mendapatkan analgetik secara tepat.
· Gunakan komunikasi terapeutik untuk mengetahui respon
pasien terhadap nyeri yang dialaminya.
· Evaluasi bersama pasien mengenai perawatan dan
keefektifan teknik mengontrol nyeri yang telah digunakan.
· Berikan informasi mengenai nyeri mengenai penyebab
nyeri, dan bagaimana cara teknik mengatasi nyeri.
· Kolaborasi dengan pasien, tenaga kesehatan profesional
yang lain dalam memberikan tindakan untuk mengurangi nyeri pasien secara
pharmacological dan nonpharmacological.
|
· Mengetahui kondisi dan karakteristik nyeri.
· Untuk mengetahui kemajuan tingkat kesembuhan nyeri
pasien.
· Mengalihkan dari rasa nyeri yang di
rasakan pasien dan memberikan perasaan nyaman.
· Mengurangi nyeri.
· Membantu mempercepat proses
penyembuhan.
· Mengetahui seberapa jauh keberhasilan cara yang
digunakan untuk mengatasi nyeri.
· Untuk mencegah nyeri kambuh kembali.
· Nyeri dapat segera tertangani.
|
Daftar
Pustaka
Corwin, Elizabeth J. (2000) Buku
Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Guyton, A., & Hall, J. (2008) Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta : EGC.
NANDA. (2005) Nursing
Diagnoses: Definition and Classification 2005-2006. Philadelphia : NANDA
International.
Potter. (2005). Fundamental
Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta: EGC.
Price, S., & Wilson, L. (2005) Patofisiologi Konsep Klinis Proses Proses Penyakit. Edisi 6.,
Volume 1. Jakarta : EGC.
Priharjo, R (1993).
Perawatan Nyeri, Pemenuhan Aktivitas Istirahat. Jakarta : EGC.
Ramali. A. (2000). Kamus
Kedokteran : Arti dan Keterangan Istilah. Jakarta : Djambatan.
Shone, N. (1995). Berhasil
Mengatasi Nyeri. Jakarta : Arcan.
Syaifuddin. (1997).
Anatomi fisiologi untuk siswa perawat.edisi-2. Jakarta : EGC.
Tamsuri, A. (2007).
Konsep dan penatalaksanaan nyeri. Jakarta : EGC.